Postest Teknik teknik Estimasi pada proyek sistem informasi
TEKNIK–TEKNIK ESTIMASI
Ada tiga teknik yang digunakan untuk melakukan estimasi, yaitu :
1. Keputusan Profesional
Katakanlah bahwa anda merupakan orang yang memiliki pengalaman yang luas dalam membuat program “report generation modules”. Anda melakukannya dengan pendekatan
merancang report tersebut dan memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat program tersebut. Setelah mempelajari rancangan program selama 5 menit, programmer lalu menutup matanya selama 5 menit (dia tidak tidur, tetapi berhitung), dan kemudian mengatakan “15 hari”. Inilah yang disebut Keputusan Profesional murni. Keuntungan dari teknik ini adalah cepat , dan jika seseorang sudah ahli dalam teknik ini, maka estimasinya pasti akan lebih akurat. Sedangkan kerugian dari teknik ini adalah bahwa anda membutuhkan seorang ahli yang berpengalaman dalam bidang ini, dan beberapa ahli tersebut akan bekerja keras untuk mendapatkan estimasi yang tepat.
2. Sejarah
Jalan keluar dari ketergantungan pada orang dan untuk membuat estimasi lebih khusus, yaitu anda harus mengerti tentang sejarahnya. Tulislah berapa lama masing-masing tugas dapat
diselesaikan dan siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut. Anda dapat membandingkan tuagas yang akan diestimasik dengan tugas yang sama yang dikerjakan lebih awal, setelah itu mulailah dengan melakukan estimasi. Hal ini dimaksudkan agar anda menjabarkan suatu proyek ke dalam beberapa tugas yang biasanya diulang dan mudah untuk dibandingkan.
3. Rumus-rumus
Ada beberapa rumus yang digunakan dalam software estimasi. Software yang baik untuk diketahui adalah COCOMO (Referensi). COCOMO dapat digunakan untuk memperkirakan biaya proyek, usaha (person months), jadwal, dan jumlah staf untuk masing-masing fase berikut ini :
Preliminary Design – our Analysis Phase
Detailed Design (DD) – our Design Phase
Code and Unit Tes (CUT) – same as ours
System Test – our System Test and Acceptance Phase
Ada 3 tipe penginputan dengan COCOMO
ATURAN PERSETUJUAN ESTIMASI PADA DEC
(DAN PERUSAHAAN BESAR LAINNYA)
Apakah perusahaan besar seperti DEC menggunakan pendekatanpendekatan
ini ? Ya, mereka menggunakan rumus-rumus, tetapi mereka tetap mengikuti aturan berikut ini :
• Jangan pernah menanyakan pada seseorang yang tidak
berpengalaman untuk melakukan estimasi.
• Lakukan estimasi secara berkelompok, jika anda mampu
menyediakan sumber daya manusianya.
• Jangan memaksa melakukan estimasi pada seseorang profesional,
seperti programmer.
• Jangan pernah mengambil rata-rata dari estimasi yang berbeda.
• Membagi persoalan menjadi bagian kecil secara mendetail selama
satu minggu atau kurang.
• Selalu tambahkan (kalikan ?) untuk kejadian yang tidak pasti.
Lihat bagian manajemen risiko.
• Selalu berikan jangka waktu ketika melakukan estimasi bagi
manajer atau klien.
• Gunakan naluri anda.
sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/jelaskan-berbagai-teknik-estimasi-pada-suatu-proyek-sistem-informasi/
Pretes Estimasi Proyek sistem informasi
Estimasi merupakan
sebuah proses pengulangan. Pemanggilan ulang estimasi yang pertama dilakukan
selama fase definisi, yaitu ketika anda menulis rencana pendahuluan proyek. Hal
ini perlu dilakukan, karena anda membutuhkan estimasi untuk proposal. Setelah
fase analisis direncanakan ulang, anda harus memeriksa estimasi dan merubah
rencana pendahuluan proyek menjadi rencana akhir proyek.
Contoh estimasi berbasis LOC
:
PL CAD akan menerima data geometri dua dan tiga
demensi dari seorang perekayasa yang akan berinteraksi dan mengontrol sistem
CAD melalui suatu interface pemakai. Kajian spesifikasi sistem menunjukkan
bahwa PL akan mengeksekusi Workstation dan harus berinteraksi dengan berbagai
peripheral grafis komputer spt mouse, digitizer dan printer laser.
Diketahui :
Perhitungan LOC untuk fungsi analisis geometri 3D
(3DGA) :
Optimis : 4600
most likely : 6900
pesimistik : 8600
EV = (4600 + 4*6900 + 8600) / 6
= 6800 LOC
Jumlah tersebut dimasukkan ke dalam tabel, begitu
juga untuk perhitungan yang
lain. Sehingga diperoleh :
Jika :
Produktifitas rata-rata organisasional = 620
LOC/person-month
Upah karyawan = $8.000 per bulan
Biaya per baris kode = $13
Maka : Tingkat produktifitas = jumlah titik
fungsi
jumlah orang-bulan
Jumlah karyawan = 33200 LOC = 53,5 ≈ 54
orang
620
LOC/bln
Estimasi biaya proyek berdasar LOC
= 33.200 LOC * $ 13
= $ 431.600
Estimasi biaya proyek berdasar upah
= 54 orang * $8.000
= $432.000
Peraturan dan Regulasi (Cyberlaw)
Cyber Law
adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber
Law juga didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan
teknologi informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak
cipta, merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi,
kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak
elektronik, pornografi, perampokan, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Model
Regulasi
Pertama, membuat berbagai jenis peraturan perundang-undangan
yang sifatnya sangat spesifik yang merujuk pada pola pembagian hukum secara
konservatif, misalnya regulasi yang mengatur hanya aspek-aspek perdata saja
seperti transaksi elektronik, masalah pembuktian perdata, tanda tangan
elektronik, pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti, ganti rugi
perdata, dll., disamping itu juga dibuat regulasi secara spesifik yang secara
terpisah mengatur tindak pidana teknologi informasi (cybercrime) dalam
undang-undang tersendiri.
Kedua, model regulasi komprehensif yang materi muatannya mencakup tidak hanya aspek perdata, tetapi juga aspek administrasi dan pidana, terkait dengan dilanggarnya ketentuan yang menyangkut penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Kedua, model regulasi komprehensif yang materi muatannya mencakup tidak hanya aspek perdata, tetapi juga aspek administrasi dan pidana, terkait dengan dilanggarnya ketentuan yang menyangkut penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pada negara yang telah maju dalam penggunaan internet
sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan
hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai kiblat dari perkembangan aspek
hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah memiliki banyak
perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan Cyber Law.
Cyber Law di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi
elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA
diadopsi oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws
(NCCUSL) pada tahun 1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai
berikut:
– Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
– Uniform
Electronic Transaction Act
– Uniform
Computer Information Transaction Act
– Government
Paperwork Elimination Act
– Electronic
Communication Privacy Act
– Privacy
Protection Act
– Fair
Credit Reporting Act
– Right to
Financial Privacy Act
– Computer
Fraud and Abuse Act
– Anti-cyber
squatting consumer protection Act
– Child online
protection Act
– Children’s
online privacy protection Act
– Economic
espionage Act
– “No
Electronic Theft” Act
Cyber Law di
Singapore
Cyber Law di Singapore, antara lain:
• Electronic
Transaction Act
• IPR Act
• Computer
Misuse Act
• Broadcasting
Authority Act
• Public
Entertainment Act
• Banking
Act
• Internet
Code of Practice
• Evidence
Act (Amendment)
• Unfair
Contract Terms Act
The Electronic Transactions Act (ETA) 1998
ETA sebagai pengatur otoritas sertifikasi. Singapore
mempunyai misi untuk menjadi poros / pusat kegiatan perdagangan elektronik
internasional, di mana transaksi perdagangan yang elektronik dari daerah dan di
seluruh bumi diproses.
The Electronic Transactions Act telah ditetapkan
tgl.10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang
untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi
Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai
perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Tujuan dibuatnya ETA :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan
arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin /
mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang
dokumen pemerintah dan perusahaan menurut undang-undang, dan untuk
mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor pemerintah atas bantuan arsip
elektronik yang dapat dipercaya;
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama
(double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan
mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan
dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:
• Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang
online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa
kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki
oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu
untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik
Bagaimanapun hukum memerlukan arsip/bukti arsip
elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan
arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak semua hal/bukti
dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Singapore.
Langkah yang diambil oleh Singapore untuk membuat ETA
inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di Singapore
dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis e-commerce tidak
berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat meyakinkan
masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi di negara
Singapore.
Cyber Law di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital
Signature Act
– Computer
Crimes Act
– Communications
and Multimedia Act
– Telemedicine
Act
– Copyright
Amendment Act
– Personal
Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal
security Act (ISA)
– Films
censorship Act
The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara sosiologis,
Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU
Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga
perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Sementara, RUU Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen
Malaysia.
The Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai
kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di
negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang
berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material
komputer, adalah termasuk cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki
komputer dan anda adalah orang yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya,
karena saya memang tidak mengizinkan anda untuk mengaksesnya, tetapi anda
mengakses tanpa seizin saya, maka hal tersebut termasuk cybercrime, walaupun
pada kenyataannya komputer saya tidak terhubung dengan internet.
Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran tadi
(cybercrime) mencakup segala usaha untuk membuat komputer melakukan/menjalankan
program (kumpulan instruksi yang membuat komputer untuk melakukan satu atau
sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi
tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman,
tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer korban untuk menjalankan
fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh pelaku
pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan
atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun
sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
The Computer Crime Act mencakup,
sbb:
•Mengakses material komputer tanpa ijin
•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
•Mengubah / menghapus program atau data orang lain
•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
•Mengakses material komputer tanpa ijin
•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
•Mengubah / menghapus program atau data orang lain
•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Cyber Law di Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk
mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber
Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat
oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak
sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang
muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah
asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian
orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung
undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di atas, indonesia
termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Secara
garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
•Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai
dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas
batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Cyber Law di Negara lainnya
• Hongkong:
– Electronic Transaction Ordinance
– Anti-Spam Code of Practices
– Code of Practices on the Identity Card Number and Other Personal Identifiers
– Computer information systems internet secrecy administrative regulations
– Personal data (privacy) ordinance
– Control of obscene and indecent article ordinance
• Philipina:
– Electronic Commerce Act
– Cyber Promotion Act
– Anti-Wiretapping Act
• Australia:
– Digital Transaction Act
– Privacy Act
– Crimes Act
– Broadcasting Services Amendment (online services) Ac
• UK:
– Computer Misuse Act
– Defamation Act
– Unfair contract terms Act
– IPR (Trademarks, Copyright, Design and Patents Act)
• South Korea:
– Act on the protection of personal information managed by public agencies
– Communications privacy act
– Electronic commerce basic law
– Electronic communications business law
– Law on computer network expansion and use promotion
– Law on trade administration automation
– Law on use and protection of credit card
– Telecommunication security protection act
– National security law
• Jepang:
– Act for the protection of computer processed personal data held by administrative organs
– Certification authority guidelines
– Code of ethics of the information processing society
– General ethical guidelines for running online services
– Guidelines concerning the protection of computer processed personal data in the private sector
– Guidelines for protecting personal data in electronic network management
– Recommended etiquette for online service users
– Guidelines for transactions between virtual merchants and consumers
– Electronic Transaction Ordinance
– Anti-Spam Code of Practices
– Code of Practices on the Identity Card Number and Other Personal Identifiers
– Computer information systems internet secrecy administrative regulations
– Personal data (privacy) ordinance
– Control of obscene and indecent article ordinance
• Philipina:
– Electronic Commerce Act
– Cyber Promotion Act
– Anti-Wiretapping Act
• Australia:
– Digital Transaction Act
– Privacy Act
– Crimes Act
– Broadcasting Services Amendment (online services) Ac
• UK:
– Computer Misuse Act
– Defamation Act
– Unfair contract terms Act
– IPR (Trademarks, Copyright, Design and Patents Act)
• South Korea:
– Act on the protection of personal information managed by public agencies
– Communications privacy act
– Electronic commerce basic law
– Electronic communications business law
– Law on computer network expansion and use promotion
– Law on trade administration automation
– Law on use and protection of credit card
– Telecommunication security protection act
– National security law
• Jepang:
– Act for the protection of computer processed personal data held by administrative organs
– Certification authority guidelines
– Code of ethics of the information processing society
– General ethical guidelines for running online services
– Guidelines concerning the protection of computer processed personal data in the private sector
– Guidelines for protecting personal data in electronic network management
– Recommended etiquette for online service users
– Guidelines for transactions between virtual merchants and consumers
Cyber Lawa di beberapa negara khususnya
yang berhubungan dengan e-commerce antara lain:
1. Perlindungan hukum terhadap
konsumen.
• Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak.
• Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.
• Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum yang berlaku.
2. Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi.
• Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
• Indonesia
Sudah diatur dalam UU ITE.
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki Cyber Law yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.
4. Spam
Spam dapat diartikan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
• Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007).
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
• Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu situs
Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.
6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.
7. Penggunaan Nama Domain
Saat ini ada lima negara yaitu Brunei, Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the Top Level ‘kh’ 1999.
8. Electronic Contracting
Saat ini hampir semua negara ASEAN telah memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa rancangan.
ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau e-commerce di ASEAN.
9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
• Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
• Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
• Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
• Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
• Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
• Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak.
• Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.
• Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum yang berlaku.
2. Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi.
• Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
• Indonesia
Sudah diatur dalam UU ITE.
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki Cyber Law yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.
4. Spam
Spam dapat diartikan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
• Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007).
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
• Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu situs
Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.
6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.
7. Penggunaan Nama Domain
Saat ini ada lima negara yaitu Brunei, Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the Top Level ‘kh’ 1999.
8. Electronic Contracting
Saat ini hampir semua negara ASEAN telah memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa rancangan.
ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau e-commerce di ASEAN.
9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
• Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
• Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
• Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
• Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
• Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
Sumber:
Ahmadjayadi, Cahyana, “Cybercrime
dan Cyberporn Dikaitkan Dengan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”,
2007, Semarang.
Subscribe to:
Posts (Atom)