Dark Rain
Hari ini adalah hari yang ditunggu tunggu oleh mereka. Dimana hari
keberangkatan mereka ke hutan yang disebut masih perawan atau masih
belum terjamah oleh manusia. Mereka penasaran ingin memasuki perhutanan
indonesia yang terletak di sumatra. Mereka adalah anak anak pecinta
alam.
Haris, lelaki berperawakan indo itu adalah ketua dari rombongan. yang juga memiliki ilmu supranatural.
“Baiklah adik adik, dan teman para senior, kita sudah sampai di
perbatasan perkampungan. Semua fokus pada jalan masing masing. Jangan
ada yang terpisah dari rombongan, ingat.” Ucap haris mulai menerangkan.
“Baik kak,” semua serempak menjawab ucapan ketua rombongannya. Kecuali
seorang lelaki jangkung pemdiam yang biasa dipanggil gerry. Dia adalah
yang paling pendiam di antara rombongan. Bahkan sangat jarang untuk
sekedar ngobrol dengan temannya sesama pecinta alam. Gerry hanya nampak
sibuk membetulkan tali sepatunya.
Setelah memberi tahu larangan larangan selama di hutan, haris lalu memimpin perjalanan.
“Kak, sepertinya hari akan turun hujan, gimana kalau kita mulai
membuat kemah?” Ucap regina pada seniornya haris. Memang langit nampak
mendung, dan mungkin tak lama lagi hujan akan mengguyur bumi.
“Oke, kita cari tempat yang lebih lapang dulu. Jumlah kita terlalu
banyak. Untuk membuatkan tenda untuk 20 orang harus di tempat yang luas”
jawab haris.
Setelah semakin jauh memasuki hutan, mereka tiba di sebuah dataran yang lumayan luas, untuk mendirikan tenda.
“Ayo semua, mulailah membangun tenda.” Ucap andika yang juga seorang senior.
Para junior dan senior tertawa lepas setelah sekian jauh berjalan dengan membawa peralatan yang terlalu berat.
“Hore… Akhirnya kita istirahat juga.” Ucap dini dengan senang.
“Ia nih din, pundakku terasa sakit.” Jawab mela sambil memijit mijit kecil di bagian pundaknya.
Tepat sekali waktunya, saat semua sudah selesai membereskan tendanya, hujan pun turun dengan lebat.
“Semua masuk ke dalam tenda, ayo.” Haris memerintahkan anggotanya.
Satu tenda dubuat untuk 3 orang.
Regina, debby dan dini duduk sambil melepas penat di dalam tenda, mereka bertiga memang 1 tenda.
“Din, by, lo terbayang gak? Kalau ternyata di hutan ini ada hantunya?” Regina memulai pembicaraan sambil menunggu hujan reda.
“Gila lo, di tempat begini lo cerita gituan.” Ucap debby merasa jengkel.
“Tau ih” dini ikutan nyambung.
“Ahahaha lo pada, penakut banget sih. Kalau penakut pulang aja ke rumah. Minta dikeloni sama mami” regina tertawa lebar.
“Di tenda yang ditempati haris dan dion, mereka berdua nampak sibuk
menyusun schedule untuk kegiatan dan perjalanan selama di hutan. Dari
mulai piket memasak, pencari kayu bakar, mencari air dan menyuci piring
sisa makan.
Hussshh…
Angin bertiup kencang, ditambah dengan suara air hujan di atas tenda membuat para pecinta alam memilih tidur sejenak.
“Cuaca sangat mendukung untuk tidur,” ucap jen sembari menarik selimuy dari tas ranselnya.
“Huu… Dasar tukang molorrr” jawab ivan sambil tertawa.
“Tapi bener juga lo jen, gua ikutan ngantuk” sambung ivan bergabung di selimut milik jen.
Terjadilah tarik menarik selimut dan saling dorong.
“Lo gak tidur ger? Lumayan kan setelah jalan seharian?” Tanya jen
yang melihat gerry masih tetap duduk melamun. Seperti ada sesuatu yang
difikirkan atau direncanakan.
“Hey… Bangun ayo bangun semua. Keenakan molor…” Andika membangunkan adik adik juniornya sembari memukul atap tenda.
Haris sudah pulang membawa kayu bakar yang dicarinya bersama dini yang telah bangun lebih dulu.
Setelah semua keluar dari tenda, andika menjelaskan daftar piket
masing masing. Debby, mela, vana, regina dan putri ditugaskan memasak.
Sedangkan gerry, dita, anissa dan jen.. Mengangkat air dari sungai yang
tak jauh dari perkemahan.
“Ger, lo sama dita nunggu disini bentaran ya. Gua kebelet nih.” Ucap jen dan berlari menjatuhkan ember yang dibawanya.
Haris mulai menghidupkan api. Karena tadi baru turun hujan. Kayu yang
mereka dapat tadi banyak yang lembab, dan susah untuk menyala.
“Kak, dini mutar mutar dulu ya,” ucap dini setelah api sukses menyala.
“Kemana din?”
“Disini sini aja kok kak, pengen lihat lihat suasana hutan, mumpung belum gelap.”
“Jangan jauh jauh.” Sahut haris sambil memandangi wanita berparas cantik dan lemah lembut itu dari belakang.
“Sungguh wanita yang sempurnah, udah cantik, baik, tutur sapanya juga sopan”
Batin haris, yang diam diam menaruh hati pada adik seniornya itu.
Gerry, anissa dan dita nampak bosan menunggu jen yang sedari tadi tak muncul juga.
“Niss, dita, kalian duluan aja. Biar aku yang nungguin jen.” Ucap
gerry setelah setengah jam menanti jen tak kunjung selesai membuang
hajat.
“Oke deh,” ucap dita dan anissa dan berlalu meninggalkan gerry.
Gerry berjalan menyusuri anak sungai menyusul jen, dengan mengendap endap bak maling yang hendak masuk ke rumah orang.
Malam pun tiba, semua rombongan pecinta alam sudah berkumpul di depan
tenda hendak menyantap makan malamnya. Kecuali dini, jen dan gerry.
Mereka bertiga belum juga kelihatan batang hidungnya.
“Semua makan saja dulu, biar kakak, andika dan dion yang mencari
gerry, jen juga dini.” Ucap haris kepada semua adik adik seniornya.
“Baik kak” jawab semua dengan hati yang tak tenang karena temannya tak juga pulang.
“Anissa, dita. Gerry dan jen kalian tinggalkan dimana tadi” Haris bertanya pada anissa dan dita.
“Di tepi sungai kak, kalo jen katanya sih kebelet kak” jawab anissa yang disambung anggukan oleh dita.
Haris, andika dan juga dion. Berangkat ke tepi sungai,
“Jen, gerry… Dimana kalian?
“Dini… Dimana kau” Teriak mereka secara bergantian.
Di tenda, anak anak senior tampak makan tidak semangat,.
“Ughh…ugh…” Suara rintihan terdengar dari belakang tenda.
“Ada suara,” ucap regina menghentika makannya.
“Iya, tapi…” Dita tampak ketakutan.
Trrraakkk…. sesuatu menimpa tenda milik jen, gerry dan ivan. Semua nampak tegang,
“Tenang dulu… Kita lihat sama sama. Siapa tau ada binatang yang lompat.” Ucap ivan menenangkan.
Ivan, dendy dan cowok cowok lainnya yang tinggal di perkemahan pun
berjalan dengan sangat hati hati mendekati tenda yang ditabrak entah apa
itu.
“Gerry… Lo ngapain pake nambrak tenda?” Tanya ivan melihat gerry yang terduduk lemas di tanah.
“Hm… Gak apa apa kok, capek habis mutar mutar nyari jen, tapi gak ketemu juga.” Ucap gerry dengan wajah culun miliknya.
“Baju lo kenapa? Ko ada darah? Tambah dita mempertanyakan gerry yang kini berjalan ke depan tenda dengan sempoyongan.
“Ah.. eh.. Ini, tadi, tadi aku terjatuh, lalu perutku tergores kayu.” Jawab gerry dengan wajah gugup.
“Gerry, jen.. Dini..” Tak henti hentinya dion, dan andika berteriak
memanggil adik seniornya. Haris tampak tak berselera untuk berteriak,
dia lebih memilih fokus menatap ke segala sudut padangnya. Mencari cari
keberadaan wanita yang dikaguminya, dini.
“tolong, huuhhukk huuhuuk…” Langkah mereka terhenti oleh suara seseorang, suara wanita. Yah wanita.
“Dini.. Dini.. Kamu dimana dini?” Teriak haris yang tau pasti bahwa itu suara indah milik dini.
“Harr, dik.. Ini gua nemuin dini” teriak dion dari bawah pohon besar. Haris dan andika pun berlari menghampiri dion.
Di bawah pohon yang berukuran lumayan besar, seorang cewek cantik dan lemah meringkuk memegangi kadua kakinya, dia adalah dini.
Haris lalu mengangkat tubuh dini yang gemetar karena ketakutan. Tak bertanya, mereka lalu kembali ke perkemahan.
“Kamu kenapa ketakutan begitu dini?” Haris mencoba bertanya pada dini yang masih tampak menggigil.
“Kak, tadi.. Tadi.. Aku dikejar, ada yang mengejar aku kak.” Ucap dini tak beraturan.
“Siapa? Kamu melihat wajahnya?”
“Tidak, di-dia, dia mengenakan jubah hitam, dan, dan kepalanya ditutup.”
“Oke, sekarang kamu tenangin diri kamu aja dulu, regina, bawa dini ke tenda.” Perintah andika kepada regina.
Semua mata nampak menatap hiba kepada dini, kecuali gerry. Gerry
menatap dini dengan tatapan sinis dan benci. Tak seorang pun yang
melihat tatapan gerry itu.
Kelompok pun di bagi menjadi dua bagian. Sepuluh orang tinggal di
tenda, dan sepuluh orang lagi. Diberi tugas mencari jen. Haris dapat
bagian ditenda, sebagai senior, dia juga harus menjaga rombongan yang
tinggal di tenda.
Sementara dion dan andika, membagi dua grup lagi untuk mencari jen.
Dion, alvian, ivan, hansen dan reena, satu kelompok yang di pimpin oleh dion sendiri pergi ke arah selatan.
Sementara ke araj utara, ada andika, dennis, gerry, putri dan vana si gadis tomboy.
“Jen.. jen.. jen..” Tak henti hentinya mereka memanggil temannya jen, yang tersesat entah dimana sekarang ini.
Malam sudah berganti subuh, tapi pencarian mereka belum juga menghasilkan.
Di perkemahan, haris lucy dan dita nampak gelisa menanti kepulangan teman temannya.
“Siapa yang orang yang dimaksud dini tadi? Apa benar ada orang selain
kami di tempat ini?” Hati haris terus bertanya tanya. Haris merasa
bersalah karena tak bisa melindungi rombongannya. Apalagi, wanita yang
dikaguminya pun kena teror oleh orang yang tak dikenal.
“Dita, lucy. Kalian berdua tidur saja. Biar kakak yang menunggu teman
teman yang mencari jen.” Ucap haris kepada kedua adik seniornya.
“Gak ah kak, lucy mau disini aja nemani kakak. Lagian lucy juga gak
ngantuk kok.” Jawab lucy sembari menambahkan kayu ke pembakaran api
unggun.
“Aahhhggg…”
Terdengar teriakan dari tenda milik dini dan regina. Haris berlari menghampiri tenda tersebut.
“Regina… Dini kenapa? Tanya haris dari balik tenda yang ditutup dari dalam.
Regina membuka tenda dan haris langsung bergegas masuk menenangkan dini yang teriak histeris sambil memegangi kepalanya.
“Maaf kak, dini mimpi. Dini mimpi dikejar kejar orang itu lagi” jawab dini dengan bibir bergetar menahan takut.
Haris mengelus kepala dini, haris merasa kasian melihat wanita impiannya itu ketakutan seperti itu.
“Kak, dini mau duduk di luar aja, dini gak mau tidur. Takut mimpi lagi, ucap dini dengan wajah memohon.
“Ya sudah ayo keluar, sekalian nungguin teman teman yang belum pulang mencari jen”
“Jen belum ketemu kak?”
“Belum” jawab haris dengan wajah menyesal.
Di dalam hutan, rombongan dion masih tetap mencari keberadaan jen.
Mereka nampak sangat lelah setelah sekian jam mencari jen yang tak
kunjung ketemu.
“Hansen, sebaiknya kita pulang saja, mudah mudahan rombongan andika sudah menemukan jen.” Ucap dion kepada hansen.
“Kami sih ikut kata lo aja ion” jawab hansen yang seumuran dengan dion.
Rombongan dion pun putar haluan menuju tenda perkemahan.
Di bagian utara hutan, tampaknya andika juga sudah merasa letih dengan pencarian yang masih nihil.
“kak, kak andika, ini, lihat ini kak,” ucap putri yang ketakutan sambil menunjuk sesuatu di depan matanya.
Andika dan yang lainnya pun berlari menuju tempat putri berdiri.
Andika meraba sesuatu di atas rerumputan yang hanya setinggi lutut.
“Darah, ini darah.”
Ucap andika setelah memastikan apa yang ditemukan putri.
“Apa mungkin jen di makan binatang buas?” Tanya ivan sembari melirik pada alvian.
“Jangan sembarang dulu tri, mungkin aja itu darah, darahnya binatang
yang habis berantem gitu.” Ucap alvian menenangkan yang lain.
“Tapi kenapa darahnya hanya disini aja ya? Gak ada petunjuk kemana
arah darah ini perginya.” Ucap andika sambil memikirkan sesuatu.
Rombongan yang dibawa oleh dion telah tiba di tenda, haris, dini, dita dan yang lainnya segera berlari menghampiri mereka.
“Gimana ion? Jen sudah ketemu? Tanya haris penuh harap.
Dion hanya menggeleng sebagai jawaban kalau mereka tak menemukan jejak jen.
“Apa mungkin kata kata regina tadi siang itu benar?” Ucap dini hampir
tak terdengar. Tapi lucy yang berada di sampingnya mendengar ucapan
dini itu.
“Apa din? Emang regina ngomong apa?” Lucy bertanya dengan wajah tegang.
“Eh, gak. Tadi siang saat hujan turun kami ngobrol di tenda. Regina nyebut nyebut setan gitu” jawab dini antara yakin dan ragu.
“Jangan ada yang berfikiran begitu dulu, kita mesti berfikir positif
dulu. Mungkin saja jen tersesat” jawab haris yang dia sendiri pun tak
yakin dengan ucapannya.
Tak berapa lam, rombongan andika juga sampai di perkemahan. Haris
mencoba menghitung mereka di kegelapan malam. Dan dia merasa kecewa,
karena yang pulang tetap empat orang, dan tak ada jen disana.
“Apa? Empat orang?” Haris terkejut dan segera berdiri.
“Kemana alvian?” Tanya haris yang tak melihat alvian di rombongan andika yang baru tiba itu.
Andika dan yang lainnya pun sibuk mencari alvian yang dimaksud haris. Benar… Alvian hilang.
“Aaakkkhhh” haris menjerit histeris mengetahui adik seniornya hilang satu lagi.
“Ayo semua ngumpul dulu, baris, cepat cepat cepattt…” Haris tak dapat menyembunyikan kemarahannya.
Semua rombongan pun ngumpul dan mengatur barisan di depan tenda.
“Siapa yang namanya dipanggil, jawab ‘ada’ dan segera berpindah tempat ke samping ku.” Ucap haris.
“Ya kak.”
Haris pun mulai memanggil satu persatu nama anggota rombongannya.
“Dion”
“Ada” jawab dion dan berpindah ke sebelah haris.
“Andika”
“Ada” Andika juga berpindah ke sebelah haris.
“Reena”
“Hansen”
“Ivan”
“Alvian,”
yang dipanggil tak menjawab, haris hanya diam saat memanggil nama alvian, dan tak ada jawaban.
“Regina”
“Dini”
“Putri”
“Dita”
“Anissa”
“Vana”
“Debby”
“Mela”
“Ivan”
“Dennis”
“Lucy”
Setelah dijawab ada, haris lalu berkata “Jen, jelas sudah hilang.”
“Gerry” saat menyebut nama gerry, semua tertegun, tak ada siapapun yang berdiri di tempat mereka berbaris tadi.
“Gerry.. Dimana gerry?”
Haris nampak semakin bingung, tadi dua orang yang hilang. Sekarang, gerry juga hilang.
Semua nampak saling pandang dan bertanya kemana gerry.
“Gerry… Dimana kau?” Teriak haris berharap gerry menjawab panggilannya.
Dan benar saja, gerry datang dari arah belakang tenda sambil berlari
lari kecil menghampiri haris yang tampak berdiri dengan wajah tegang.
“Ma maaf kak, aku, tadi aku kebelet pipis. Aku pergi dari barisan
tanpa izin kakak” ucap gerry panjang lebar setelah tiba di samping
haris.
“Gerry… Kamu tau kan? Kita sedang kehilangan dua orang teman. Jadi
kalau kamu mau pergi kemana mana, minta izin dulu. Agar tak menambah
fikiran.” Ucap haris kepada gerry.
“Baik kak, saya minta maaf kak.” Jawab gerri.
“Sudah, sana gabung dengan yang lain”
Haris menyuruh gerry pergi dari depannya. Haris ingin sendiri memikirkan betapa teledornya dia sebagai seorang ketua rombongan.
Gerry berjalan menuju tempat duduk putri, gerry melirik dini yang kebetulan sedang memerhatikan gerak gerik gerry.
Ditatapnya dini dengan tatap tajam bak sebuah ancaman, dini yang ditatap seperti itu menunduk seperti orang ketakutan.
sumber : cerpenmu.com/ Cerpen Karangan: Rivaldi Novrian
0 comments:
Post a Comment